IVAA

Kanker serviks merupakan kanker mulut rahim yang disebabkan oleh virus Human Papilloma Virus (HPV). Sekitar 26.169 perempuan di Indonesia yang terkena kanker serviks. Untuk diketahui, kanker ini merupakan penyebab kematian perempuan No.1 di Indonesia.

Sampai saat ini, metode yang sering digunakan untuk mendeteksi terjadinya kanker serviks yakni dengan melakukan melakukan pap smear. Tetapi, musti diketahui bahwa ada metode selain pap smear yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kanker serviks.

Inspeksi Visual dengan Asam Asetat atau yang lebih dikenal dengan IVA, merupakan metode yang dapat digunakan juga untuk deteksi dini kanker serviks. Metode ini memeriksa serviks dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) serviks setelah memulasnya dengan larutan asam asetat 3-5%. Tujuan dari IVA yakni untuk mengurangi morbiditas (keparahan penyakit) atau mortalitas (kemungkinan kematian) dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan, dan untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada serviks.

Menurut laporan hasil konsultasi dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa IVA ini dapat mendeteksi lesi (luka) pada tingkat pra kanker dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif yakni 10-20% dan nilai prediksi negatif yakni 92-97%. Sehingga cukup mampu medeteksi adanya tanda-tanda kanker. IVA merupakan program yang sedang digalangkan oleh pemerintah melalui puskesmas-pukesmas beberapa tahun lalu. Seiring berjalannya waktu, IVA sudah mulai dilakukan juga dibeberapa klinik kesehatan lainnya.

Lalu apa yang membedakan IVA dengan metode pap smear? Tidak seperti pap smear, IVA dilakukan lebih praktis karena tidak perlu alat tes laboratorium untuk pengambilan sampel jaringan, tidak perlu teknisi lab khusus untuk membaca hasil tes. Selain itu, sensitivitas IVA dalam mendeteksi kelainan yang terjadi pada serviks lebih tinggi dari pap smear (75%) meskipun dari segi kepastian lebih rendah (85%), biayanya sangat murah bahkan ada yang gratis di beberapa puskesmas dan hasilnya dapat langsung diketahui tanpa menunggu berminggu-minggu.

Seperti pap smear, pemeriksaan IVA juga diwajibkan untuk perempuan yang sudah aktif secara seksual (pernah berhubungan seksual). Ketika ingin melakukan pemeriksaan IVA, pasien tidak dalam keadaan sedang menstruasi ataupun hamil. Sebaiknya jika ingin melakukan pemeriksaan IVA, 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual.

Cara kerja dari metode IVA:

  1. Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapatkan penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalankan. Perlu diingat bahwa privasi dan kenyamanan pasien sangatlah penting dalam pemeriksaan ini!
  2. Pasien dibaringkan dengan posisi dengkul ditekuk dan kaki melebar.
  3. Vagina akan dilihat secara visual dengan bantuan pencahayaan yang cukup untuk mendeteksi apakah ada kelainan.
  4. Cocor bebek (spekulum) akan dibasuh dengan air hangat dan dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat serviks.
  5. Bila terdapat banyak cairan di serviks tersebut, maka digunakan kapas steril basah untuk menyerapnya.
  6. Dengan menggunakan kapas (pipet), larutan asam asetat 3-5% diteteskan ke serviks. Dalam waktu kurang lebih 1 menit, reaksi pada serviks sudah dapat dilihat.
  7. Bila warna serviks berubah menjadi keputih-putihan, kemungkinan positif terdapat kanker. Asam asetat ini berfungsi menimbulkan dehidrasi sel yang membuat penggumpalan protein, sehingga sel kanker yang berkepadatan protein tinggi berubah warna menjadi putih.
  8. Namun, bila tidak didapatkan warna keputih-putihan kemungkinan hasilnya negatif.

Pemeriksaan IVA ini kurang lebih sama seperti pap smear, karena dilakukan dengan memasukkan alat ke dalam vagina. Karena hal tersebut, biasanya sebelum melakukan pemeriksaan pasien diberi pertanyaan seputar pernikahan ataupun aktivitas seksual. Jika pasien tersebut sudah menikah, akan dengan mudah mendapatkan pelayanan. Namun hal ini tidak terjadi dengan pasien yang sudah aktif secara seksual tetapi belum menikah. Jadi, untuk yang sudah aktif secara seksual tetapi belum menikah dan ingin melakukan IVA, lebih baik mencari tempat yang ramah terhadap keadaannya, khususnya untuk remaja.

Menjadi sehat adalah hak setiap manusia, jadi kita harus perjuangkan demi mendapatkan hak tersebut. Salam sehat!


Tulisan ini dimuat di guetau.com

Referensi:

  1.  Novel S. Sinta dkk. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Papillomavirus (HPV). Jakarta: Javamedia Network.
  2.  Sukaca E. Bertiani. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks. Yogyakarta: Genius Printika.
  3.  Wijaya Delia. 2010. Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Serviks. Yogyakarta: Sinar Kejora.
Share: