Selamat Natal

SELAMAT NATAL untuk semuanya yang merayakan 🙂

Sampai hari ini, sudah puluhan tahun aku selalu mengucapkan selamat Natal kepada orang-orang yang merayakan. Meskipun ini bukan hari besar agamaku, tetapi menurutku apa salahnya bisa menghargai peringatan keagamaan lain dengan memberi ucapan selamat kepadanya?

Sejak kecil aku tidak pernah dilarang oleh Ibu dan Bapak aku untuk mengucapkan selamat Natal, karena menurut mereka dengan mengucapkan lantas tidak membuat kita dengan cepat berganti iman. Apalagi salah satu keluarga dari Bapak ku ada yang Katolik, dan itu tidak menjadi permasalahan di keluarga besar kami. Ketika Idul Fitri, mereka juga sangat menghargai keluarga yang muslim. Aku tidak tau sejak kapan gembar gembor larangan untuk mengucapkan selamat Natal, mungkin sudah dari beberapa puluh tahun yang lalu atau baru beberapa tahun belakangan ini. Tetapi aku merasa semakin majunya peradaban, kok malah membuat beberapa oknum menjadi mundur dalam berpemikiran ya? Menurutku, mustinya mereka-mereka yang dulu “dicekoki” dengan larangan untuk mengucapkan selamat Natal dan larangan untuk berteman dengan orang yang beragama lain bisa kritis untuk menanggapi pernyataan itu. Ini sudah mau tahun 2014 lho, masa setiap tahun menjelang Natal selalu mendebatkan hal yang sama.

Belakangan ini aku baru tahu kalau ada beberapa teman ku yang menutup telinga, mata dan hatinya ketika agama lain merayakan hari besarnya. Ok, kalau pilihan mereka untuk tidak mengucapkan menurutku itu hak mereka, tapi mbok ya jangan pakai hujatan kepada orang yang sedang merayakan hari besar keagamaannya dan orang yang juga punya hak untuk memberi ucapan selamat.

Tentang ISLAM menurut ku . .
Di dalam Islam, yang aku tahu ada dua hal yang dapat melandasi lahirnya sebuah mazhab, tafsir dan suatu paham dalam konteks apapun, yakni: normativitas dan historisitas. Kedua hal tersebut seperti mata uang yang berbeda satu sisi dengan sisi yang lainnya tetapi tidak dapat dipisahkan. Normativitas dan historisitas benar-benar mata uang yang berbeda satu sisi dengan sisi lainnya tapi tidak pernah bisa dipisahkan. Mencabut dalil dari lingkaran kehidupan riil umat Islam, termasuk dengan dalih menjaga otentisitas dalil, sama dengan mencerabut kontekstualitas dalil dari kehidupan nyata, atau menjauhkan umat Islam dari ajaran dalilnya sendiri. Dan jelas ini pekerjaan yang tidak perlu dikerjakan karena hanya akan memicu kemunduran dinamika keilmuan Islam. Karena normativitas dan historisitas adalah padu, jadi sudah selayaknya setiap wilayah memiliki tafsir sendiri yang dirasa lebih sesuai dengan kondisi tempat dan masanya.

Contohnya, Islam di Indonesia. Menurut kutidak pantas kalau Islam di Indonesia selalu melulu disamakan dengan Islam di Arab Saudi dan negara-negara lainnya. Lantas, kalau ditanya mana yang benar itu tidak ada relevansinya sama sekali. Buang-buang waktu, sia-sia, dan malah menurut ku konyol!!

Islam di Indonesia tidak akan kurang nilai ke-Islaman-nya kalau dibandingkan dengan Arab Saudi dan negara-negara lainnya. Meskipun memiliki karakteristik budaya, adat dan bahkan ideologi aliran yang berbeda, sehingga pahamnya pun akan berbeda. Contohnya begini, ketika sedang beribadah (seperti shalat) dalam keadaan dimana seluruh umat Islam berkumpul di satu tempat, Islam Arab Saudi mayoritas memakai jubah yang tidak hanya digunakan ketika beribadah tetapi juga digunakan ketika kegiatan sehari-hari, sedangkan Islam Indonesia mayoritas dengan bercelana panjang atau sarung. Apakah dapat dilihat mana yang lebih Islam? Tentu tidak.

Membahas mengenai normativitas dan historisitas, untuk sisi normativitas seperti kitab suci yang digunakan umat Islam di seluruh dunia itu sama, yakni Al-Qur’an. Namun, kalau dilihat dari sisi historisitas, masing-masing negara memiliki perbedaan. Tidak bisa yang namanya menggabungkan sisi normativitas dengan historisitas, karena itu bersitas lokalistik tetapi semua masih dalam Islam. Jadi tidak sahih untuk mensurgakan yang satu untuk menerakakan yang lainnya.

Coba kita lihat, Indonesia bukanlah negara yang beragama tunggal. Ada banyak agama dan aliran di sini dan itu dilindungi oleh Undang-Undang. Jika kita beragama dan patuh dengan kitab suci, maka dengan kita masuk dalam suatu sistem negara maka Undang-Undanglah yang dipatuhi.

Coba lihat, baca dan resapi gambar yang ada di dalam tulisan ini, dengan melihat kutipan dari bacaan seperti gambar di atas, jelas dapat disimpulkan bahwa semakin kuat akidah seorang muslim, maka semakin baik laku sosialnya. Dan semakin dalam nilai keagamaan (kemusliman) seseorang, maka semakin santun perilakunya terhadap siapapun dan saling menghormati antar sesama. Jadi, omong kosong lah kalau ada muslim yang mati-matian menyakiti apalagi memerangi umat lain atas nama menegakkan akidah Islamiyah, karena hal itu tidak selaras dengan nilai-nilai Islam. Malah menurutku, muslim tersebut tidak sejalan dengan Islam yang bermakna kedamaian. Yuk coba kalau membaca Al-Qur’an sekalian mengaji maknanya, tetapi jangan langsung he’eh saja 🙂

Selamat Natal dari ku . . .
Aku tidak pernah merasa cemas dengan mengucapkan selamat Natal. Malah tidak sampai kepikiran kalau mengucapkan hal tersebut dapat menodai akidah ku. Toh umat muslim yang mengucapkan selamat Natal sama halnya dengan umat Nasrasi yang mengucapkan selamat Idul Fitri. Mengucapkan selamat Natal jelas berbeda dengan mengikuti Misa Natal, sama halnya dengan mengucapkan selamat Idul Fitri jelas berbeda dengan ikut shalat Id. Memberikan ucapan tidak serta merta ikut beribadah kan?!

Menurut ku, akan jauh lebih baik seorang muslim menghargai agama lain, contohnya dengan mengucapkan selamat Natal daripada berdakwah di ruang terbuka yang ujung-ujungnya menjelek-jelekan dan menyakiti perasaan orang lain yang berbeda keyakinan. Ya kalau memang masih kekeh dengan kepercayaan bahwa mengucapkan selamat Natal tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim, mbok ya ngomongnya hanya dengan sesama muslim saja, tidak perlu gembar gembor di ruang publik. Kan bisa menyakitkan hari orang lain 🙁

Sayang banget ya rasanya kalau di Indonesia yang dengan beragam keyakinan beragama bisa terluka dengan hadirnya orang-orang atau kelompok dengan phobia yang berlebihan dan mengarah ke hal negatif.

Buat teman-teman yang merayakan Natal, selamat Natal ya. Semoga kebahagiaan dan kedamaian selalu menyertai ^_^
Share: