Serba Serbi Ketika Hamil

“If you want to change the next generation, start it from the pregnant women”

Ina May Gaskin – Midwife

Akhirnya saya memberanikan diri untuk bercerita mengenai kehamilan pertama saya setelah seminggu melahirkan. Karena saya masih mempercayai pamali jika menceritakan sesuatu yang belum terjadi. Kali ini saya ingin berbagi cerita dalam memilih pendamping persalinan.

Awalnya saya berfikir bahwa hal yang terpenting dalam proses persalinan adalah bayi lahir dengan selamat dan sehat. Maksudnya sehat itu ditandai dengan menangis setelah dilahirkan. Padahal kalau dipikir-pikir, makna dari tanggisan tersebut hanya bayi yang tahu, apakah ungkapan bahagia si bayi atau malah trauma yang dirasakannya.

Dikarenakan mendengar cerita dari orang-orang mengenai pengalaman persalinan mereka, saya jadi berpikir bahwa ternyata yang utama dari proses persalinan adalah meminimalisasi trauma yang dialami sang ibu dan bayi. Khususnya bagi ibu, trauma yang dialami akan diingat sampai kapan pun. Coba saja buktikan dengan bertanya ke orang-orang yang pernah melahirkan “bagaimana rasanya melahirkan?” biasanya sebagian besar jawaban mereka adalah SAKIT, dan bahkan saya sempat mendapatkan jawaban “melahirkan itu antara hidup dan mati”. Menyeramkan bukan?

Kalau dipikir-pikir, saya merasa beruntung mendengar cerita salah seorang teman mengenai gentle birth, saat itu juga saya mulai mencari tahu lebih banyak melalui internet. Dewi Lestari atau yang dikenal dengan Dee merupakan inspirasi saya untuk memilih melahirkan secara gentle. Dari situ akhirnya saya memiliki konsep sendiri mengenai persiapan kehamilan dan persalinan dari jauh-jauh hari, bahkan dari sebelum saya menikah, dan ini saya ceritakan juga ke calon suami.

Ketika dinyatakan oleh alat uji kehamilan bahwa saya positif hamil, saya dan suami mulai mencari tenaga kesehatan yang sejalan dengan konsep yang sudah kami sepakati soal kehamilan dan persalianan. Ternyata mencari tenaga kesehatan yang sesuai dengan konsep dan yang bikin sreg itu tidak mudah. Fokus utama saya adalah mencari Bidan, bukan Dokter SPOG karena kepercayaan saya terhadap Dokter sangat rendah. Bahkan saya masih mencoba mencari tenaga kesehatan sampai usia kandungan 8 bulan. Melalui tulisan ini saya akan berbagi pengalaman dalam mencari tenaga kesehatan sampai menemukan yang sreg untuk menjadi pendamping persalinan.

Puskesmas Kelurahan Kramat Pela
Saya pertama kali memeriksakan kandungan di Puskesmas Kelurahan Kramat Pela. Karena di Puskesmas ini saya menggunakan JKN. Saat itu kami diarahkan untuk ke Poli KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), disana saya bertemu dengan Bd. Pun*** yang saat itu sedang praktik. Kami sempat diberikan beberapa pertanyaan sebelum mulai pemeriksaan. Saya ingat jelas ketika Bidan tersebut bertanya tentang dimana saya akan melahirkan. Saat itu saya menjawab di rumah, karena saya masih berpikir untuk melahirkan di rumah. Seketika itu Bidan tersebut langsung merespon jawaban saya dengan berkata “Ya ampun, nggak salah mau melahirkan di rumah. Kaya orang jaman dulu aja. Lagipula kan nggak boleh melahirkan di rumah karena berakibat pada kematian Ibu. Saya nggak mau tanggungjawab kalau ada apa-apa”. Ok saya malas menanggapinya. Lalu saya mulai diperiksa atau lebih tepatnya diukur-ukur mulai dari lengan sampai tinggi badan. Nah, ketika diukur tinggi badan dan diketahui bahwa tinggi badan saya kurang dari 150 centimeter, saya langsung diprediksi akan melahirkan secara SC. Ini disebabkan karena tinggi badan saya yang kurang menurut standarisasi persalinan normal versi Bd. Pun***. Ya namanya baru pertama kali hamil dan pertama kali periksa, langsung down lah saya. Berkat sikap pelayanan Bd. Pun***, kami memilih tidak kembali ke Puskesmas dan bertemu dengannya. Bye!

BPS Erie Tiawaningrum
Bidan ini dikenal juga dengan nama Bidan Erie Mardjoko. Bermula dari sulitnya mencari tenaga kesehatan yang sejalan dengan konsep kami dan praktik di Jakarta atau Depok, akhirnya suami saya mulai bertanya ke teman-temannya soal Bidan yang sesuai dengan konsep kami. Karena yang kami tahu hanya ada di Bali dan Klaten, dan ini tidak memungkinkan kami untuk kesana. Setelah tanya kesana kemari, akhirnya suami mendapat rekomendasi dari temannya untuk datang ke Bidan Erie. Lalu kami cari tahu lokasinya, dan ternyata tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami saat itu, ya kira-kira dapat ditempuh dengan motor kurang lebih 40 menit dan dengan mobil kurang lebih 60 menit. Kliniknya terletak di daerah Citayam, tidak jauh dari Stasiun Kereta Api Citayam, lokasi kliniknya memang cukup sulit ditemui. Pertama kali saya cek kehamilan di Klinik ini sambutannya sangat ramah dan membuat nyaman dan tenang. Banyak pertanyaan yang saya lontarkan ke Bidan Erie dan dijawab dengan lengkap dan santai, sehingga membuat saya tidak khawatir dan tidak merasa diintervensi. Pengalaman pertama  ini membuat saya ingin datang lagi untuk kontrol kehamilan, selain itu Bidan Erie juga mengajak saya untuk ikut yoga (prenatal yoga) sebelum kontrol. Ketika itu saya memiliki keyakinan kalau Bidan inilah yang akan mendampingi saya bersalin, dan ternyata benar! Banyu, anak pertama saya lahir di Klinik Bidan Erie dengan lembut, nyaman, ramah jiwa dan penuh cinta kasih.

RSB Asih
Awalnya saya dan suami tidak berencana untuk melakukan USG, namun karena rasa bersalah saya kepada janin yang ada di rahim maka akhirnya kami memutuskan untuk melakukan USG. (Baca juga: Intuisi). Karena tingkat kepercayaan saya terhadap Dokter rendah, jadi saya tidak tahu akan ke RS mana dan ke SPOG siapa. Saya sempat bertanya ke teman-teman mengenai Dokter yang pro-normal, tetapi malah membuat saya galau. Akhirnya saya dan suami meminta rekomendasi Bidan Erie. RSB Asih dan bertemu dengan dr. Musa adalah jawaban atas rekomendasi Bidan Erie kepada kami. Di minggu ke 27 saya pertama kali melakukan USG di RSB Asih, dan syukurlah hasilnya bahwa janin saya sehat dan pelayanan dari RS dan Dokternya juga memuaskan. Saya seperti ketika saya memutuskan untuk memilih Bidan Erie menjadi pendamping persalinan, saya juga memilih dr. Musa sebagai SPOG tempat saya cek kehamilan.

Klinik Bd. Jea***
Namanya juga manusia yang tidak ada puasnya, meskipun saya sudah merasa cocok di Bidan Erie dan dr. Musa. Namun saya tergoda untuk ke Bd. Jea***, ini dikarenakan rekomendasi dari teman-teman di grup yang mengatakan bahwa di Bidan ini melayani USG dengan tarif Rp.60.000,- (sudah termasuk konsultasi dengan Bd. Jea*** dan USG tanpa cetak). Pengalaman pertama kali ke Klinik yang berlokasi di Depok ini membuat saya dan suami berkesan, Bidan yang ramah dengan penjelasan yang komprehensif. Ini membuat kami ingin kontrol kesana lagi. Tetapi ternyata dipertemuan kedua sangat berbeda sekali dengan pertemuan pertama. Bidannya hanya menjelaskan singkat mengenai kondisi janin saya, dan ketika saya bertanya mengenai tetesan air yang sering keluar dari vagina saya, apakah itu air seni atau air ketuban? Bidan tersebut langsung menjawab “Saya tidak tahu itu apa, mungkin rembesan air ketuban, tapi untuk kepastiannya saya periksa dulu. Nanti kalau keluar lagi kesini aja untuk saya cek, karena yang tahu itu air ketuban atau bukan hanya saya”. Suami langsung ikut bertanya “Jadi kami tidak bisa tahu apakah itu air ketuban atau bukan Bu?”. Bd. Jea*** menekankan lagi kalau hanya dia yang tahu apakah itu air ketuban atau bukan. Sepulang dari sana suami langsung mengatakan ke saya untuk tidak perlu kontrol kesana lagi, karena pertanyaan saya dijawab seperti itu oleh Bidannya. Saya sempat jadi kepikiran atas ucapan Bd. Jea*** mengenai air ketuban yang ngerembes. Melihat keresahan itu, suami saya langsung menjelaskan kalau sebenarnya kita bisa tahu apakah itu air ketuban atau bukan dengan menggunakan kertas lakmus. “Ingat nggak, Bidan Yessie pernah ngejelasin kalau kita nggak perlu panik untuk tahu itu air ketuban atau bukan, karena ketuban keluar tidak sedikit-sedikit dan kita bisa cek juga pakai kertas lakmus”. Setelah kejadian itu, kami tidak kembali ke Bidan ini lagi.

Menurut saya, pemberdayaan diri, mencari tahu informasi sebanyak-banyaknya dan diskusi mengenai persalinan sangat membantu kita untuk memiliki power ketika intervensi-intervensi itu datang. Mari menjadi pintar!

Share: