Di Sabtu siang, dengan ditemai teriknya matahari, kami melintasi Jalan Kemang Raya menuju Kemang Selatan. Dia.aLo.Gue Art Space menjadi tujuan kami, tempat menghabiskan waktu di hari Sabtu. Sebenarnya sudah dari jauh-jauh hari kami berencana ingin mendatangi pameran ini, namun ternyata baru bisa terlaksana. Setidaknya belum terlambat, karena pameran ini berlangsung dari tanggal 17 April sampai dengan 20 April 2018, ya hitung-hitung kami sekalian malam mingguan.
“Namaku Pram” – singkat, sederhana dan sarat makna, manjadi nama judul pameran hasil dari sang Kurator, Mbak Engel Tanzil.
Siapakah Pram? Sastrawan. Seperti itulah kira-kira jawaban dari orang-orang ketika diberi pertanyaan seperti itu. Kita, atau mungkin saya yang hanya sebagai pembaca karya-karya Pram tanpa mengetahui Pram sebagai seorang pribadi, sebagai seorang anak dari Bapak Mastoer Imam Badjoeri dan Ibu Oemi Saidah, sebagai seorang Ayah dari anak-anaknya, dan sebagai manusia yang utuh. Pameran ini mengenalkan saya dengan sosok Pram seutuhnya, Pram sebagai seorang manusia, sebagai orang yang telah berkarya selama bertahun-tahun untuk negerinya, dan melihat kesehariannya sebagai seorang pribadi.
Ketika kami masuk ke Dia.Lo.Gue, tidak langsung disambut dengan “kehadiran” sosok Pram. Mata kami dimanjakan dahulu dengan berbagai dagangan galeri yang menurut saya unik dan lucu. Melangkah lebih jauh dari tempat itu, barulah kami disambut oleh linimasa perjalanan hidup dan petualangan hidup Pram yang disajikan lengkap, dari ia lahir hingga beliau wafat pada tahun 2016. Melalui linimasa ini merupakan cara mudah saya untuk berkenalan dengan sosok Pram. Selain karya-karyanya, pameran tersebut juga menceritakan mengenai kehidupan di luar karyanya, seperti Pram yang memiliki hubungan dingin dengan sang Ayah, dan Pram yang sangat dekat dengan Ibunya.
Setelah maju beberapa langkah dari tempat itu, saya melihat banyak sekali kartu pos dipajang. Di tempat inilah saya sempat meneteskan air mata, bahkan sampai membuat badan menjadi gemetar dan merinding dibuatnya. Tempat dimana korespondensi Pram dengan anak-anaknya melalui kartu pos hingga bisa bertemu langsung sepulang ia dari Pulau Buru. Seolah-olah seperti melihat anak-anak yang sedang mengadu, bercerita tentang kehidupan sehari-harinya kepada sang Ayah dengan bahasa yang sederhana. Semua kartu pos tersebut diberi cap karena telah melewati pemeriksaan Komando Panglima Keamanan dan Ketertiban Daerah (Kopkamtibda).
Ketika mata sedang asik membaca cerita kehidupan dan karya Pram, hidung saya juga sedang asik dimanjakan oleh aroma kopi. Setelah ditelusuri, ternyata aroma kopi tersebut berasal dari kafe yang menyatu dengan tempat pameran berlangsung. Tepat di area kafe, dipajang gambar-gambar pemberian dari teman-teman dan ada sebuah ruangan dimana ternyata ruang tersebut merupakan tempat Pram berkerja untuk menghasilkan tulisan-tulisan yang luar biasa. Semua benda memorabilia yang terdapat di dalam pameran ini merupakan koleksi keluarga yang selama ini belum pernah dipamerkan di Indonesia. Kami sempat takjub dengan tata letak ruang kerja Pram yang sangat simple dan minimalis, baik dari bentuk ruangan maupun barang-barang yang ada di ruangan tersebut.
Masih di area kafe, terdapat juga kumpulan buku-buku hasil karya Pram, baik yang berbahasa Indonesia maupun yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Sungguh pemikir yang luar biasa, batin saya.
Di bagian belakang galeri, terdapat taman kata dimana banyak sekali kutipan kata-kata dari yang ditampilkan dengan menarik. Tempat ini menjadi andalan orang-orang untuk mengabadikan dirinya yang telah datang ke pameran ini. Banyak orang yang berfoto di area ini, karena ini sa;ah satu tempat yang diperbolehkan untuk foto.
Pameran ini memang dibuat untuk mengenal pribadi Pram, bukan untuk menjadikan objek latar foto yang layak dipajang di media sosial. Karena tidak semua tempat di ruangan pameran ini bisa difoto, meskipun ada sebagian area yang diperbolehkan untuk difoto, seperti area gambar-gambar pemberian dari teman-teman, ruang kerja Pram, buku-buku Pram dalam berbagai bahasa. dan tentu saja taman kata yang terletak di belakang galeri. Dengan mematuhi peraturan dan tanda-tanda yang telat dibuat dalam pameran, kita turut menghormati permintaan keluarga yang sudah bersedia memberikan koleksi-koleksi pribadinya. Mari kita hormati Pram.
Dari sekian banyak hal yang saya senangi datang ke pameran ini, ada satu hal yang menurut saya kurang dan sangat disayangkan. Mungkin karena di galeri ini terdapat kafe di dalamnya, dan yang datang tidak hanya karena untuk mengunjungi pameran saja. Jadi kualitas keheningan ketika menikmati pameran ini agak kurang menurut saya. Saya harus ekstra konsentrasi di antara ramainya pengunjung kafe dan galeri, sehingga tidak jarang ketika sedang membaca linimasa badan saya berkali-kali tersodok dengan orang lain maupun dengan barang bawaan mereka.
Terima kasih penyelenggara 😉
[…] Baca Selengkapnya […]
Pamerannya sudah selesai kah, Mba? Saya jadi penasaran. Hehe
Sayangnya sudah berakhir Mbak, acaranya dari tanggal 17 April sampai 20 Mei 2018 🙂