Tema calistung (baca – tulis – hitung) untuk anak usia dini saat ini masih menuai pro dan kontra di masyarakat. Beberapa pakar parenting berpendapat bahwa kegiatan calistung ini sebaiknya dikenalkan saat usia anak sudah mencapai tingkat intelektual di atas 6 tahun. Namun ternyata, pakar lainnya berpendapat bahwa kegiatan membaca dan menulis dapat distimulasi sejak anak usia dini, yakni di usia 0 sampai 6 tahun (menurut UU Sisdiknas Tahun 2003).
Saya pribadi menyetujui pendapat kedua, bahwa anak usia dini boleh distimulasi dengan kegiatan membaca dan menulis, asalkan orang tua memperhatikan dua hal, yakni: kesiapan anak dan metode yang diberikan. Menurut Leonhardt, anak-anak yang gemar membaca akan memiliki rasa kebahasaan yang tinggi. Mereka akan berbicara, menulis dan memahami gagasan-gagasan rumit secara lebih baik. Dengan demikian, kegemaran anak membaca harus dikembangkan sejak dini. Sedangkan, Montessori dan Hainstock mengemukakan bahwa anak pada usia 4 sampai 5 tahun sudah dapat diajarkan menulis dan membaca, bahkan menulis dan membaca merupakan mainan yang menyenangkan bagi anak usia dini.
Membaca itu sendiri merupakan keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif, sehingga kegiatan ini termasuk dalam kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai keterampilan. Membaca merupakan proses untuk memahami makna suatu tulisan. Proses yang dialami dalam kegiatan membaca yakni: mengenal huruf dan kata-kata, menghubungkan dengan bunyi, mengenali makna, menyimpulkan bacaan sesuai konteks wacana.
Sebelum anak diperkenalkan dengan proses belajar membaca, tentunya perlu disepakati bersama bahwa menumbuhkan anak menyukai kegiatan membaca jauh lebih penting dari pada anak dapat cepat membaca. Pastinya setiap orang tua ingin anak-anaknya cinta belajar, bukan hanya sekedar bisa membaca. Dengan demikian, stimulasi dengan membacakan buku kepada anak sebaiknya dilakukan jauh lebih dulu dari pada mengajarkan anak membaca dan mengenal huruf.
Kemampuan Membaca
Kemampuan membaca pada anak akan berkembang dalam beberapa tahap. Menurut Cochrane Efal sebagaimana diikuti Brewer, perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa tahapan, yakni:
- Magical Stage (Tahap Fantasi)
Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku, melihat, membolak-balik halaman buku, dan juga membawa buku kesukaannya. - Self Concept Stage (Tahap Pembentukan Konsep Diri)
Pada tahap ini anak terlibat dalam kegiatan membaca dengan berpura-pura membaca buku, memaknai gambar berdasarkan pengalaman yang diperoleh, dan juga menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan tulisan. - Bridging Reading Stage (Tahap Membaca Gambar)
Pada tahap ini anak mulai tumbuh kesadaran akan tulisan dalam buku dan menemukan kata yang pernah ditemui sebelumnya, dan anak juga sudah mulai mengenal huruf abjad. - Take Off Reader Stage (Tahap Pengenalan Bacaan)
pada tahap ini anak mulai tertarik pada bacaan, dapat mengingat tulisan dalam konteks tertentu, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan, serta membaca berbagai tanda (misalkan seperti: papan iklan, kotak susu, rambu lalu lintas, dan sebagainya). - Independent Reader Stage (Tahap Membaca Lancar)
Pada tahap ini anak sudah dapat membaca tulisan dengan lancar.
Sebelum mengajarkan anak membaca, ada baiknya kemampuan sebelum membaca (pre-reading skills) anak dipupuk jauh sebelum anak tersebut diharapkan dapat membaca. Pre-reading skills tersebut diantaranya, yakni:
- Kaya Kosa Kata
Sejak bayi, sering-seringlah orang tua berdialog dengan anak. Meskipun mereka belum bisa menanggapi, tetapi mereka mendengar dan merekam dalam memorinya. Seperti saat memandikan, memakaikan pakaian, menyusui, menyuapi makan, dan sebagainya. Berdialoglah. - Kesadaran Tulisan Cetak
Membacakan buku pada anak ternyata merupakan salah satu pre-reading skills yang hubungannya yakni: anak menjadi tahu dan paham bahwa huruf-huruf tersebut dapat dilisankan, anak mengetahui cara membalik halaman buku, anak dapat mengetahui arah membaca tulisan yang benar, dan sebagainya. - Kegemaran Bacaan
Kegemaran atau motivasi membaca adalah keinginan dan kesediaan anak untuk membaca. Salah satu upaya yang dapat orang tua lakukan agar minat baca mereka tinggi adalah dengan men-display buku-buku mereka di rak buku yang mudah diambil. Kemudahan anak untuk dekat dan mudah dengan “penampakan buku” akan lebih memungkinkan mereka mengambil dan membaca buku-bukunya. - Keterampilan Mendengar/Menyimak dan Bernarasi
Anak-anak yang memiliki keterampilan menyimak yang baik akan mudah menceritakan kembali apa yang dialami/dilihat/didengar. Pada kemampuan ini diharapkan anak-anak mampu bercerita akan banyak hal tantang apa yang mereka alami dengan bahasanya sendiri. - Kesadaran Fonologis
Kesadaran fonologis adalah kemampuan untuk mendengar dan mengidentifikasi berbagai bunyi dalam kata-kata yang diucapkan. Contohnya seperti, anak akan tahu bahwa “kata” dengan “mata” itu berbeda, “sate” dengan “satu” itu juga berbeda, dan sebagainya. - Pengenalan Huruf
Pre-reading skills ini memungkinkan seorang anak untuk mengenali huruf dan bunyinya, termasuk juga mengenali perbedaan huruf kapital dengan huruf kecil.
Selain itu juga, sebelum anak diajarkan membaca, tentunya orang tua perlu melihat kesiapan pada anak. Kemampuan-kemampuan kesiapan membaca pada anak yang harus dikembangkan yakni:
- Kemampuan Membedakan Auditorial
Dalam hal ini anak dapat memahami konsep volume (pelan-keras), tempo, tekanan, membedakan suara dalam alfabet. Contohnya seperti bunyi “d” dan “t”. - Kemampuan Diskriminasi Visual
Dalam hal ini anak dapat mengidentifikasi warna dasar, bentuk geometris, dan mampu menggabungkan objek berdasarkan warna, bentuk dan ukuran. - Kemampuan Membuat Hubungan Suara dan Simbol
Dalam hal ini, anak mampu mengaitkan bahwa huruf “b” berbunyi “beh” dan digunakan pada kata “beruang”, “burung”, dan sebagainya. - Kemampuan Perseptual Motoris
Dalam hal ini, perkembangan motorik halus serta koordinasi mata dan tangan diharapkan sudah berkembang dengan baik. - Kemampuan Bahasa Lisan
Dalam hal ini, anak-anak juga harus dikembangkan kemampuan mendengar, mengingat, mengikuti petunjuk, mencatat detail, serta memahami ide. - Interpretasi Gambar
Dalam hal ini, anak dapat menceritakan sebuah gambar dengan bahasanya sendiri. - Progresi dari Kiri ke Kanan
Dalam hal ini, anak diperkenalkan bahwa kegiatan membaca dilakukan dari arah kiri ke kanan. - Kemampuan Merangkai
Dalam hal ini, anak mampu mengulang cerita yang baru saja ia dengar atau merangkai sebuah potongan gambar dengan tepat. - Penggunaan Bahasa Verbal
Dalam hal ini, anak mampu terlibat dalam sebuah percakapan juga bermain peran. - Lateralisasi
Anak mampu membedakan tangan kanan dan tangan kiri serta kaki kanan dan kaki kiri.
Selain memperhatikan kemampuan dan kesiapan anak dalam proses membaca, tentunya orang tua perlu memperhatikan pula metode yang tepat untuk digunakan dalam mengajarkan anak membaca.
Selamat mengobservasi anak Anda 😉
[…] Baca Selengkapnya […]
Sebagai perempuan yang sedang belajar jadi ibu, saya juga sempat galau mbak. Baca literasi yang satu, katanya ga baik kalo mulai mengajarkana anak calistung sejak usia dua tahun ketika anak sudah mulai aktif belajar bicara. Karena dunianya adalah dunia bermain. Tapi bacaan lain menyebutkan tidak masalah mulai mengajarkan atau menstimulasi sejak dini,
Setelah membaca tulisan mbak, rasanya memang lebih rasional untuk menstimulasi anak calistung sejak dini
Iya Bun, sesuai kebutuhan & kesiapan anak juga untuk mengenal calistung. Seperti mengenalkan angka 1 sampai 10 kepada batita ya tidak ada salahnya, salah satu tujuannya bisa untuk memperkaya kosa katanya 😉
Kadang kala kita seringkali terjebak dengan literasi dibandingkan memahami “kode” anak & naluri Ibu, ya Bun. Kalau menurut saya follow your children, kalau memang anak sudah siap untuk “belajar” calistung, orang tua bisa mengajarkan secara bertahap & pastinya belajar dengan menyenangkan. Tidak dengan keterpaksaan seperti belajar di sekolah formal, apalagi jika masih kategori anak usia dini. Jadi kalau suatu ketika anaknya nolak, ya sudah tidak apa-apa, bisa dicoba di lain waktu 😉
Saya juga termasuk yang setuju loh untuk mengajari anak calistung dan membaca dengan syarat2 yang seperti disebutkan diatas. Karena otak anak kan masih bersih ya, masih cepet nangkep. Saya logikanya sama dengan mengajarkan anak hafalan quran, yang malah menurut saya lebih susah. hehe….
Iya Bun, yg terpenting adalah tidak memaksakan kehendak orang tua ke anak. Jadi menunggu kesiapan anak untuk menerima hal-hal baru supaya proses belajarnya menjadi menyenangkan 🙂
setuju banget mbak.. Saya juga mengajarkan calistung untuk anakku ketika masih usia PAUD. Dan Alhamdulillah ini mau SD sudah bisa membaca, berhitung pun lumayan.
Alhamdulillah, mengenalkan anak kalau belajar itu menyenangkan 😉
walaupun belum menikah, tapi ilmu ini bisa diterapkan kepada anak-anak nanti.. terimaksih ilmunya buu
Justru dicicil ilmunya dari sekarang lebih baik Mbak, biar nanti tidak “ketinggalan kelas” sama anaknya. Saya saja ngos-ngosan menyeimbangkannya, heheheh