Mencegah Speech Delay dengan Melatih Perkembangan Verbal Anak

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan speech delay?
Speech delay merupakan perkembangan tertunda terkait dengan mekanisme berbicara, seperti proses dalam memproduksi suara, baik dengan bagian tubuh maupun olah suara.

Apa kata pertama yang diucapkan oleh anak Anda?
“Mama…”; “Papaa…”; atau “Bapaa…”
Dulu, di usianya yang ke 10 bulan kata pertama yang diucapkan oleh B adalah “Bapaaa..”, padahal sehari-harinya dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan Ibunya. Tapi, kenapa Bapak yang menjadi kata pertamanya? Lalu Ibu baper 😐

Setiap orang tua pasti akan antusias menunggu-nunggu kata pertama yang diucapkan oleh anak. Tidak jarang orang tua dibuat cemas dan khawatir, apalagi jika ternyata anak tetangga atau teman yang seumuran dengan anak kita sudah mulai banyak mengeluarkan kosa kata sedangkan anak kita belum mengeluarkan sepatah kata pun.

Orang tua boleh saja waspada dengan perkembangan anaknya, namun jangan panik, apalagi langsung mengatakan kalau anaknya mengalami speech delay, padahal anaknya masih berusia di bawah 2 tahun. Perkembangan verbal anak berbeda-beda, ada kala anak yang memiliki perkembangan kata yang agak lambat, tetapi tidak berarti anak tersebut mengalami masalah seperti speech delay.

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan speech delay?
Speech delay merupakan perkembangan tertunda terkait dengan mekanisme berbicara, seperti proses dalam memproduksi suara, baik dengan bagian tubuh maupun olah suara. Lebih lengkapnya terkait dengan speech delay bisa dibaca artikel ini: Delayed Speech or Language Development

Saya tidak akan membahas mengenai speech delay di sini, hanya saja berbagi pengalaman B dalam perkembangan verbal. B termasuk anak yang agak lambat dalam perkembangan bicaranya. Mungkin kami terlalu dini mengatakan seperti itu, di usia B saat itu yang masih 20 bulan dan belum banyak mengeluarkan kata-kata, biasanya hanya dengan gerakan tubuh untuk berkomunikasi. Tetapi, karena kami menggunakan standar Denver II dan KPSP untuk memantau perkembangan B, maka dari itu kami rasa bahwa kami harus melakukan pemeriksaan dan upaya preventif terkait perkembangan verbal yang dialami oleh B.

Kami akhirnya memutuskan untuk bertemu Psikolog Anak yang menangani B, awalnya kami bertemu dengan beliau karena ingin berdiskusi terkait dengan template bawaan B sehingga kami sebagai orang tua diharapkan dapat memilih pola asuh didik yang tepat dan sesuai untuknya. Disela-sela obrolan, saya menceritakan tentang perkembangan verbal yang dialami oleh B. Akhirnya, apa yang dikatakan oleh Psikolog tersebut sesuai dengan kecurigaan kami. B mengalami masalah fisik yang dapat menghambat perkembangan verbalnya, yakni organ pernafasan yang lemah.

Baik untuk diketahui para orang tua bahwa masalah keterlambatan bicara anak tidak melulu disebabkan karena masalah gadget, karena B termasuk anak yang sangat jarang terpapar dengan gadget pada saat itu. Banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi keterlambatan bicara pada anak, seperti salah satunya faktor fisik (organ pendengaran, organ dalam mulut, dan organ pernafasan). B mengalami masalah dengan pernafasan/stamina yang lemah, padahal untuk kesehariannya B termasuk anak yang aktif dalam bergerak. Untuk itu, setelah kami mengetahui bahwa B lemah pada pernafasan, kami langsung mencari solusi untuk melatih nafasnya guna membantu perkembangan verbalnya.

Salah satu solusi yang kami ambil saat itu adalah mengikutsertakan B dalam sekolah renang. Meskipun sebelumnya B cukup rutin berenang dengan Bapaknya, tetapi memang tidak menggunakan teknik renang yang baik, hanya sekedar menyalurkan hobi B yakni main air.

Sekolah bayi berenang memang sedang trend di Jakarta, hal ini yang membuat kami kesulitan mengikutsertakan B dalam sekolah renang tanpa mengantri lama. Rencana kami sebelum kembali ke Lombok, B sudah harus selesai dalam masalah pernafasannya, karena kelas ini sulit kami dapatkan jika sudah kembali ke Lombok. Berbagai macam sekolah bayi berenang seperti Aquatic Baby, Kelas Bayi Berenang, dan Anak Air Swim School sudah saya hubungi. Akhirnya pilihan kami jatuh pada Anak Air Fatmawati, selain lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah, kami juga tidak perlu mengantri untuk mendapatkan kelasnya.

Sekolah renang di Anak Air Swim School ternyata berbeda dengan sekolah/batita berenang pada umumnya. Biasanya sekolah berenang yang saya lihat di Instagram sistemnya berkelompok, seperti satu kelas yang terdiri dari satu orang pelatih yang akan mengajarkan sekitar lima atau lebih bayi/batita dengan didampingi oleh salah satu orang tuanya. Tetapi sistem pengajaran di Anak Air Swim School berbeda, karena tiap satu bayi/batita akan dilatih oleh satu orang pelatih, tanpa didampingi oleh orang tuanya (jadi orang tua tidak ikut nyemplung ke kolam renang). Saya sempat ragu untuk melepas B begitu saja, khawatir B akan menangis jika tidak didampingi oleh Bapaknya, tapi ternyata B senang mengikuti kelas tersebut meskipun tanpa Bapaknya mendampingi.

B mengikuti kelas renang dengan empat kali pertemuan selama sebulan, tiap pertemuan durasinya sekitar 30 menit. Di kelas itu B banyak diajarkan teknik-teknik yang mendukung peningkatan pernafasan dan staminanya. Kami memperhatikan dengan seksama tiap gerakan yang diajarkan kepada B, guna nantinya dapat kami praktikan sendiri untuk mengajarkan B berenang.

Manfaat yang kami rasakan setelah B mengikuti kelas renang yakni, B mulai berani mengatur nafas untuk mencoba mengeluarkan suara, berani dan percaya diri dalam bereksplorasi dengan mengucapkan kata-kata bahkan menjadi sebuah kalimat.

Kalau kata pepatah mengatakan “lebih baik mencegah dari pada mengobati”, hal ini kami lakukan pada B. Sebelum terlambat, lebih baik mengamati perkembangan anak dan jika dicurigai ada “something wrong” lebih baik segera dicarikan solusinya.

Semangat ya B, kita sama-sama berproses dan belajar 🙂


Jika ingin tau biaya di Anak Air Swim School Fatmawati, berikut saya lampirkan rincian biayanya per April 2018. Biaya ini berlaku untuk semua usia anak.

Melatih Perkembangan Verbal Anak Dengan Berenang

Share: