Tentu sudah tidak diragukan lagi bahwa membaca itu banyak sekali manfaatnya. Selain untuk melatih otak, kegiatan membaca juga untuk melatih fokus/konsentrasi, memperkaya kosakata sehingga bisa berkomunikasi dengan lebih baik, memperluas wawasan, dan hal-hal positif lainnya.

Namun, bagaimana dengan bayi dan balita? Karena di usia tersebut mereka belum bisa membaca.

Anak Butuh Dibacakan

Jim Trelease dalam bukunya yang berjudul “The Read-Aloud Handbook” menyatakan bahwa, kata-kata adalah struktur utama untuk pembelajaran. Ada dua cara efisien untuk dapat memasukkan kata-kata ke dalam benak seseorang, yaitu melalui mata atau melalui telinga. Karena anak masih butuh beberapa tahun lagi untuk membiasakan matanya membaca, jadi sumber terbaik bagi ide dan pembangunan otak adalah telinga. Apa yang dikirim ke dalam telinga menjadi fondasi yang kuat bagi otak anak. Suara-suara penuh arti yang ditangkap telinga akan membantu anak memahami kata-kata yang dia dapatkan melalui mata saat nanti belajar membaca.

Untuk itu, dengan kegiatan membacakan nyaring, kita dapat memperkenalkan dan melatih kemampuan mendengar anak. Sehingga nantinya, perkembangan otak anak manjadi lebih optimal, menambah kosakata anak, melatih rentang perhatian dan mengingat, memperkenalkan konsep media cetak/digital serta gambar/ilustrasi, merangsang imajinasi anak, mendekatkan orang tua dengan anak agar kita dapat menjadi teladan membaca untuk anak.

Kegiatan membacakan nyaring merupakan kegiatan yang sangat sederhana, kita hanya perlu mengambil buku/bahan bacaan, lalu membacakan dengan bersuara dan dilakukan secara rutin setiap hari. Guna menarik hati anak, media bacaan untuk membacakan nyaring juga harus diperhatikan. Seperti buku yang bergambar, buku tanpa kata-kata/sedikit kata-kata (disesuaikan dengan tahapan usia anak), konten buku, serta tidak lupa untuk melibatkan anak dalam memilih buku yang ingin dibacakan.

Dengan membacakan nyaring, kita sekaligus mengenalkan bahasa ibu kepada anak. Bahasa ibu merupakan bahasa pertama yang dikenal anak. Pemahaman yang baik terhadap bahasa ibu sangat bermanfaat dalam pembentukan dan pertumbuhan karakter anak. Bahasa ibu juga berperan besar dalam kemampuan anak dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya. Karena posisi bahasa ibu sangat penting dalam tumbuh kembang anak, maka pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan setiap tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu.

Membacakan Nyaring Jadi Kegiatan Sehari-Hari

Setiap hari, aku selalu membacakan nyaring untuk anakku sebelum dia tidur. Sejauh ini, buku-buku yang aku bacakan adalah buku dengan bahasa Indonesia agar dia mengenali bahasa ibu. Proses ketika aku mencari bacaan untuk anak dilakukan dengan melihat isi buku, seperti apakah isi buku tersebut baik untuk anak dan tujuan asuh-didik orang tua, apakah isi buku tersebut sesuai dengan perkembangan psikologi anak, format buku dan bahasa juga perlu diperhatikan.

Membacakan nyaring merupakan kegiatan yang menyenangkan, sudah empat tahun ini aku rutin membacakan nyaring untuk anakku. Dia selalu senang dibacakan, bahkan dia yang selalu mengingatkan aku untuk dibacakan cerita sebelum tidur dengan memilih buku cerita sendiri. Kami juga sering menyisipkan diskusi-diskusi ringan dari cerita yang dibacakan.

Dari situ aku merasa yakin, bahwa kegiatan membacakan nyaring ini berdampak luar biasa kepada anak. Selain memicu rasa ingin tahu, juga merangsang kreativitas, mengembangkan imajinasi, memupuk rasa kepercayaan diri dan kemandirian, serta mengasah teknik pemecahan masalah.

Sumber: Buku “The Read-Aloud Handbook” karya Jim Trelease (dokpri)

Baca juga: Belajar Membaca untuk Anak Usia Dini Melalui Metode Montessori

Let’s Read: Aplikasi Perpustakaan Digital Cerita Anak

Di 2019, Pusat Penelitian Kebijakan dan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI membuat Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) dengan melakukan pemetaan empat dimensi dalam aktivitas literasi dengan menggunakan berbagai data sekunder. Empat dimensi yang diukur dalam indeks ini salah satunya adalah dimensi alternatif, yaitu penggunaan media lain selain buku konvensional seperti buku digital.

Jadi, selain membacakan nyaring dengan menggunakan buku konvensional, aku juga mulai mengenalkan buku digital sebagai media membacakan nyaring untuk anakku. Pakar read-aloud Indonesia, Ibu Roosie Setiawan merekomendasikan aplikasi Let’s Read sebagai perpustakaan digital karena memiliki banyak koleksi cerita bergambar dan berwarna dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dunia, multibahasa termasuk juga ada pilihan bahasa daerah, serta memiliki tingkatan atau level bacaan sesuai usia anak. Tentu saja aplikasi ini gratis.

Sumber: Tangkapan layar aplikasi Let’s Read (dokpri)

Tak bisa dipungkiri bahwa anakku lahir sebagai generasi alpha, di mana teknologi sudah berkembang pesat dan sangat dekat dengannya. Jadi aku pun sudah mulai mengenalkan ponsel pintar dan beberapa fitur aplikasi edukasi sebagai media pembelajarannya. Seperti membacakan nyaring dengan menggunakan aplikasi Let’s Read, anakku meresponnya dengan senang. Ternyata ponsel pintar bisa digunakan untuk membaca buku cerita, dia selalu antusias untuk dibacakan cerita.

Aku sempat takjub, ketika mendengar anakku menyebutkan berbagai macam nama tempat dari tiap cerita yang pernah aku bacakan saat dia sedang bermain mobil-mobilan. “Loh kok dia bisa tahu Lubang Jepang ya?” pikir ku, dan aku baru ingat kalau semalam aku sempat membacakan buku cerita berjudul “Naik Bendi” yang ditulis oleh Khairani dan ilustrator Singgih Cahyo, yang merupakan salah satu cerita di aplikasi Let’s Read.

Di aplikasi Let’s Read ini, terdapat juga cerita dongeng dari berbagai daerah di Indonesia serta dari negara lainnya. Cerita-cerita dongeng dapat terasa lebih hidup karena dibubuhi berbagai ilustrasi gambar yang menarik sehingga anak jadi semakin tertarik dan senang saat dibacakan cerita.

Tunggu apa lagi? Saatnya mengajak anak untuk ikut merasakan pengalaman dibacakan cerita bersama Let’s Read dengan cara mengunduh aplikasinya di sini.

Share: